简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Media playback tidak ada di perangkat Anda Berobat di klinik di Kalimantan Barat dengan pembayaran
Media playback tidak ada di perangkat Anda
Berobat di klinik di Kalimantan Barat dengan pembayaran 'bibit pohon'
Sebuah klinik kesehatan di Kalimantan Barat menerima pembayaran dengan bibit pohon, praktik yang membantu menurunkan angka penebangan liar dalam satu dekade terakhir.
Di satu klinik di Sukadana, Kalimantan Barat, seorang ibu membawa lebih dari 200 bibit pohon jengkol miliknya.
Bibit itu dibawa Asma, nama ibu itu, bukan untuk dijual, tapi untuk membayar biaya pengobatan keluarganya di klinik yang dinamakan Alam Sehat Lestari atau ASRI.
Bibit pohon yang dibawanya itu bukan untuk biaya satu kali berobat namun sebagai deposit biaya pengobatan keluarganya. Sejauh ini, Asma telah memiliki deposit senilai Rp2 juta, yang dia gunakan untuk membawa ayah dan ibunya berobat.
Image caption Asma membayar biaya pengobatan menggunakan bibit pohon jengkol.
“Ayah saya sakit prostat, ada batu ginjal. Saya bayar pakai bibit untuk pengobatannya, ada keringanan untuk saya. Karena kalau pakai uang saya tidak mampu. Ibu saya juga berobat pakai bibit dia sakit maag dan asam urat,” ceritanya saat ditemui akhir Januari lalu.
Aplikasi untuk bantu nelayan Indonesia ekspor komoditas laut hingga ke Amerika
Allfy Rev: Ambisi 'menduniakan' Indonesia lewat musik
Saling bunuh, saling bakar sampai... ‘sayang kamu semua’: Mantan tentara anak Islam dan Kristen Ambo
Sistem pengobatan seperti ini dirintis oleh seorang dokter gigi Hotlin Omposunggu dan dokter Kinari Webb pada 2007. Mereka prihatin melihat tingginya praktek penebangan liar di daerah yang terletak di seputar Taman Nasional Gunung Palung, area seluas 90.000 hektar, habitat sekitar 2500 orang utan dan satwa liar lain.
Image caption Biaya pengobatan bisa dibayar tanpa uang tunai di klinik ASRI.
Pada periode 1988 sampai 2002, diperkirakan sekitar 38% lahan hutan berkurang.
“Banyak masyarakat yang mau berobat (pada era tahun 2000-an) tidak ada pilihan lain hingga harus menebang hutan untuk membayar biaya pengobatan,” kata Hotlin. Ia menjadi orang Indonesia pertama yang meraih penghargaan utama Whitley Award pada 2016, penghargaan kedua yang ia terima dari badan konservasi Inggris.
“Jadi, kami memutus mata rantai (kesulitan) itu, yaitu bagaimana mereka tidak harus menebang hutan untuk membayar biaya pengobatan, yang bisa kami sediakan,” jelas alumni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan, ini.
Dalam kondisi sekarang pun, sekalipun mendapat bantuan dari pemerintah (melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) untuk beberapa jenis perawatan seperti biaya operasi, biaya perjalanan menuju kota “juga perlu uang,” kata Hotlin.
Saat ini jumlah pembalakan liar turun dratis sebesar 80% dalam 10 tahun terakhir.
Pembalak liar di sekitar Taman Nasional Gunung Palung pada tahun 2007 berjumlah sekitar 1350 orang, dan pada 2017 menjadi sekitar 150 orang.
Dari pembalak jadi penjaga huta
Salah seorang yang menyatakan merasa bersalah karena pernah menjadi pembalak liar adalah Muhammad Yusuf atau sering disapa Jili.
Selama lima tahun ia menebangi pohon-pohon di seputar Gunung Palung.
“Dalam sehari bisa lebih dari 50 pohon yang ditebang, lalu saya jual,” kata Jili mengenang masa lalunya.
“Mayoritas menjadi pembalak liar memang karena alasan ekonomi. Tapi sebenarnya kerja kayu (membalak) itu pekerjaan sulit, dan membuat perasaan seperti dikejar-kejar. Saya merasa bersalah. Mengapa harus merusak alam demi uang? Itu yang membuat saya berubah,” tambahnya.
Image caption Jili mantan pembalak liar yang kini jadi penjaga hutan Gunung Palung.
Jalan hidup Jili berubah saat bergabung dengan yayasan ASRI, yang menaungi klinik dan kegiatan pelestarian lain.
Jili kini menjadi salah satu 'Sahabat Hutan', sebutan untuk penyuluh pertanian yang bertugas mengajak para pembalak liar untuk mencari nafkah dengan cara bertani.
Hak atas fotoBAY ISMOYOImage caption Banyak warga yang mau berobat lalu menebang pohon karena tak punya uang.
“Program Asri bisa lebih menunjukkan pekerjaan alternatif. Orang yang menebang hutan, dia petani juga. Lalu bagaimana caranya agar bisa berhenti menjadi pembalak dan menjadi petani? Kami membuat program bantuan ternak dan alat pertanian, agar mereka lebih sibuk bertani, dan mendapat penghasilan dari bertani,” kata Jili menjelaskan tugasnya.
Semakin banyak pohon ditanam di huta
Image caption Beragam pilihan cara pembayaran di klinik ASRI
Pasien yang datang ke klinik Asri ini datang dengan berbagai jenis bibit tanaman, dengan harga yang berbeda.
Harga satu bibit pohon jengkol yang disetor Asma, misalnya, dihargai Rp8.500; sedangkan bibit pohon lain seperti gaharu dan meranti bisa mencapai Rp20.000 per bibit
“Saya pilih tanam jengkol saja, karena mudah menanamnya, kalau sudah banyak langsung saya antar ke klinik Asri. Senang kalau bisa lihat bibit pohon yang saya antar lalu ditanam di hutan. Semakin banyak pohon di hutan, kami aman dari banjir,” kata Asma yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga kebersihan di klinik Asri.
Sistem “pembayaran” lain yang diterapkan di klinik ini adalah dengan cara bekerja di klinik dengan pembayaran rata-rata sekitar Rp10.000 per jam.
Menginspirasi dokter muda
Hotlin kini melakukan survei di kawasan hutan Sumatra Utara untuk mereplikasi sistem yang sudah berjalan di Kalimantan Barat.
Langkah dokter gigi lulusan Universitas Sumatra Utara ini juga menginspirasi banyak dokter muda.
Hak atas fotoWHITLEY AwardImage caption Hotlin meraih penghargaan Whitley Awards 2011 dan 2016.
Dokter Fitriyani Simangunsong, misalnya yang saat ini menjadi manajer klinik bercerita bahwa di pusat pengobatan itu, mereka bukan hanya menyelamatkan manusia, tapi di sini saya juga berperan dalam menyelamatkan hutan.
Image caption Fitri bersama Hotlin di klinik Asri
“Karena kesehatan lingkungan itu sangat berperan penting untuk kesehatan manusia. Kalau lingkungannya sehat, terjaga, polusi udaranya sedikit, otomatis manusianya juga akan lebih sehat,” ujarnya.
Dari sekitar 65.000 warga yang tinggal di sekitar Gunung Palung, 24.000 di antaranya telah merasakan layanan kesehatan yang didirikan Hotlin. Ada lima dokter yang kini praktik di klinik Asri, termasuk satu dokter gigi.
Image caption Banyak dokter muda yang terinspirasi oleh program klinik Asri.
“Mereka sudah menangkap misi bahwa perlu adanya integrasi antara kesehatan dan lingkungan. Saya melihat anak-anak muda ini banyak ide yang idealis. Saya berharap mereka bisa pulang dan mengembangkan ide-ide yang ada di Asri ke tempat asal mereka. Banyak anak muda yang ingin berbuat baik untuk Indonesia,” kata Hotlin.
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
FXCM
Trive
EC Markets
FBS
Markets.com
IC Markets Global
FXCM
Trive
EC Markets
FBS
Markets.com
IC Markets Global
FXCM
Trive
EC Markets
FBS
Markets.com
IC Markets Global
FXCM
Trive
EC Markets
FBS
Markets.com
IC Markets Global